Sayyid
Qutb dilahirkan di kota Asyut, Mesir pada 1906. Ayahnya adalah tokoh ulama
terkenal pada masa itu. Latar belakang seorang ulama, membuat ayah Sayyid Qutb
mendidik anaknya dengan begitu keras. Pendidikannya yakni Madrasah Ibtidaiyah
yang diselesaikannya pada tahun 1918. Di usianya yang baru genap 10 tahun,
Sayyid Qutb telah mampu menghafal Al-Qur’an. Keinginannya menjadi seorang guru
membawanya untuk menempuh pendidikan di sekolah guru dan diselesaikannya pada
1928. Setelah itu Sayyid Qutb meneruskan belajar di Universitas Darul Ulum,
Universitas model barat dan selesei menempuh pendidikannya pada tahun 1933.
Setelah itu Sayyid Qutb menjadi seorang guru dibawah naungan menteri pendidikan
Mesir. Menginjak usianya yang sudah 42 tahun pada 1948, Sayyid Qutb mendapatkan
beasiswa untuk belajar di University of Northern Colorado, Amerika.
Kala
itu, Amerika sudah mulai menghadapi masalah serius terhadap kehidupan sosial
pemudanya yang cenderung bebas dan merujuk pada hal-hal yang negatif. Sayyid Qutb merasa terkejut dengan keadaan
lingkungannya pada saat itu, dimana sebelumnya dia hidup dalam lingkungan yang
sangat agamis dan kini berada pada lingkungan yang jauh dari kata agamis.
Lingkungan yang demikian berbeda ini membuat
Sayyid Qutb mulai terpengaruh. Hal ini menimbulkan gejolak batin pada
diri Sayyid Qutb. Hingga segala curahan atas pengalamannya yang sangat
memebekas di Amerika itu dituangkan dalam karyanya yang berjudul “Amerika yang
Pernah Aku Lihat”.
Diantara
pemikiran-pemikirannya adalah mendasarkan pada self corection. Sayyid Qutb memaknai jihad sebagai usaha
untuk melawan kejahiliyahan modern. Menurutnya juga, Barat merupakan simbol
evil( kejahatan). Dalam pemikirannya, Sayyid Qutb lebih menawarkan pendekatan
atau cara yang keras yang menurutnya dapat dilakukan dengan melalui tiga
tahapan yakni : Takfir, Hijrah dan Jihad.
Dengan idenya yang lebih menawarkan
cara keras dan pemikiran serta kritiknya yang tajam, Sayyid Qutb dikenal
sebagai tokoh islam radikal. Menyusul setelah kematian pemimpin Ikhwanul Muslimin
Hasan Al-Bana meninggal karena dibunuh yang membuatnya mengeluarkan fatwa bahwa
kekerasan diperbolehkan. Semua pemikiran kritisnya itu pula yang menyebabkan
Sayyid Qutb mendekap cukup lama dipenjara sampai akhirnya meninggal ditiang
gantungan setelah dieksekusi. Sebelum kematiannya, Sayyid Qutb ditawarkan
sebuah posisi di pemerintahan Gamal Abdul Nasser dan meminta maaf. Namun dengan
tegas Sayyid Qutb menolak tawaran itu dan memilih untuk dihukum mati. Sayyid
Qutb ini juga dianggap sebagai otak terorisme karena pemikirannya dijadikan
kiblat oleh teroris sebagai alasan untuk menghalalkan tindakan kekerasan atau
terorisme itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar