Senin, 28 April 2014

Sayyid Qutb


Sayyid Qutb dilahirkan di kota Asyut, Mesir pada 1906. Ayahnya adalah tokoh ulama terkenal pada masa itu. Latar belakang seorang ulama, membuat ayah Sayyid Qutb mendidik anaknya dengan begitu keras. Pendidikannya yakni Madrasah Ibtidaiyah yang diselesaikannya pada tahun 1918. Di usianya yang baru genap 10 tahun, Sayyid Qutb telah mampu menghafal Al-Qur’an. Keinginannya menjadi seorang guru membawanya untuk menempuh pendidikan di sekolah guru dan diselesaikannya pada 1928. Setelah itu Sayyid Qutb meneruskan belajar di Universitas Darul Ulum, Universitas model barat dan selesei menempuh pendidikannya pada tahun 1933. Setelah itu Sayyid Qutb menjadi seorang guru dibawah naungan menteri pendidikan Mesir. Menginjak usianya yang sudah 42 tahun pada 1948, Sayyid Qutb mendapatkan beasiswa untuk belajar di University of Northern Colorado, Amerika.
Kala itu, Amerika sudah mulai menghadapi masalah serius terhadap kehidupan sosial pemudanya yang cenderung bebas dan merujuk pada hal-hal yang negatif.  Sayyid Qutb merasa terkejut dengan keadaan lingkungannya pada saat itu, dimana sebelumnya dia hidup dalam lingkungan yang sangat agamis dan kini berada pada lingkungan yang jauh dari kata agamis. Lingkungan yang demikian berbeda ini membuat  Sayyid Qutb mulai terpengaruh. Hal ini menimbulkan gejolak batin pada diri Sayyid Qutb. Hingga segala curahan atas pengalamannya yang sangat memebekas di Amerika itu dituangkan dalam karyanya yang berjudul “Amerika yang Pernah Aku Lihat”.
Diantara pemikiran-pemikirannya adalah mendasarkan pada self corection.  Sayyid Qutb memaknai jihad sebagai usaha untuk melawan kejahiliyahan modern. Menurutnya juga, Barat merupakan simbol evil( kejahatan). Dalam pemikirannya, Sayyid Qutb lebih menawarkan pendekatan atau cara yang keras yang menurutnya dapat dilakukan dengan melalui tiga tahapan yakni : Takfir, Hijrah dan Jihad.  Dengan idenya yang lebih menawarkan cara keras dan pemikiran serta kritiknya yang tajam, Sayyid Qutb dikenal sebagai tokoh islam radikal. Menyusul setelah kematian pemimpin Ikhwanul Muslimin Hasan Al-Bana meninggal karena dibunuh yang membuatnya mengeluarkan fatwa bahwa kekerasan diperbolehkan. Semua pemikiran kritisnya itu pula yang menyebabkan Sayyid Qutb mendekap cukup lama dipenjara sampai akhirnya meninggal ditiang gantungan setelah dieksekusi. Sebelum kematiannya, Sayyid Qutb ditawarkan sebuah posisi di pemerintahan Gamal Abdul Nasser dan meminta maaf. Namun dengan tegas Sayyid Qutb menolak tawaran itu dan memilih untuk dihukum mati. Sayyid Qutb ini juga dianggap sebagai otak terorisme karena pemikirannya dijadikan kiblat oleh teroris sebagai alasan untuk menghalalkan tindakan kekerasan atau terorisme itu sendiri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar